2.1. Tinjauan Umum
Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar
perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan
pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori dari berbagai
sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar
untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan normalisasi sungai dan
metode pengendalian yang akan digunakan untuk memperbaiki dan mengatur sungai
dari banjir.
2.2. Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun
yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang
optimal. Adapun masing-masing cara penanganan banjir akan diuraikan seperti
tersebut di bawah ini.
1. Normalisasi Alur Sungai dan Tanggul
Normalisasi sungai merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas dari
pengaliran dari sungai itu sendiri. Penanganan banjir dengan cara ini dapat dilakukan
pada hampir seluruh sungai di bagian hilir. Faktor-faktor yang perlu pada cara
penanganan ini adalah penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk
penampang bawah, perencanaan alur yang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi
dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir.
2. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Flood Way)
Pembuatan Flood Way dimaksudkan untuk mengurangi debit banjir pada alur
sungai lama dan mengalirkannya melalui flood way. Pembuatan flood way dapat
dilakukan apabila kondisi setempat sangat mendukung, misalnya tersedianya alur
sungai yang akan digunakan untuk jalur flood way.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembuatan flood way
antara lain adalah :
11
• Sulit tidaknya dilaksanakan normalisasi sesuai dengan debit design pada
alur lama yang melewati kota;
• Sulit tidaknya pembebasan tanah apabila dilakukan normalisasi atau flood
way;
• Kondisi alur lama yang berbelok-belok terlalu jauh untuk menuju ke laut
sangat tidak menguntungkan dari segi hidrologis;
• Terdapatnya jalur untuk alur baru yang lebih pendek menuju ke laut dengan
menggunakan sungai kecil yang ada;
• Tidak terganggunya pemanfaatan sumber daya air yang ada;
• Besar kecilnya dampak negatif (sosial-ekonomi) yang ditimbulkan.
Gambar 2.1. Flood Way
3. Pembuatan Retarding Basin
Pada pembuatan Retarding Basin, daerah depresi sangat diperlukan untuk
menampung volume air banjir yang akan datang dari hulu, untuk sementara waktu dan
kemudian melepaskan kembali saat banjir surut. Penanganan banjir dengan cara ini
sangat tergantung dari kondisi lapangan. Sedangkan daerah cekungan atau depresi
yang dapat dipergunakan untuk kolam banjir harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
• Daerah cekungan yang akan digunakan sebagai daerah retensi harus
merupakan daerah yang tidak efektif pemanfaatannya dan produktifitasnya
rendah.
• Pemanfaatan retarding basin harus bermanfaatdan efektif untuk daerah yang
ada di bagian hilirnya.
QL
QT
QF
LAU
12
• Daerah tersebut harus mempunyai potensi dan efektif untuk dijadikan
sebagai daerah retensi
• Daerah tersebut harus mempunyai area atau volume tampungan yang besar
Adapun bangunan yang diperlukan dalam penanganan banjir dengan cara ini yaitu :
• Tanggul kolam penampungan
• Pintu pengatur kolam
Gambar 2.2. Retarding Basin
4. Waduk Pengendali Banjir
Waduk yang mempunyai faktor tampungan yang besar berpengaruh terhadap
aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola inflow-outflow
hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan
tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya perlambatan banjir.
Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat dilakukan pada bagian hulu
dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain :
• Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang lebih
besar harus didesain atau dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga
penurunan debit banjir di hilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara
inflow dan outflow hidrograf yang besar.
• Alokasi volume waduk untuk pengendali banjir berbanding lurus dengan
penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk atau dengan kata lain
semakin besar volume waduk maka semakin besar pula penurunan outflow
hidrograf banjir di hilir waduk
• Operasional dan pemeliharaan dari waduk yang mempunyai pintu pengendali
banjir memerlukan biaya yang besar tetap akan menurunkan atau
kolam
daerah yang
dilindungi
dari banjir
Inflow
outlow
13
memperkecil biaya normalisasi dan pemeliharaan dari sungai di bagian hilir
waduk
• Untuk memjaga keandalan dari pintu pengendali banjir sebaiknya
pengoperasian dari pintu pengendali banjir dilakukan secara otomatis dan
dilengkapi dengan operasi secara manual (untuk keadaan darurat)
• Pada waktu multi purpose perlu adanya analisa inflow-outflow hidrograf
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di
hilir waduk
•
Diperlukan penelusuran banjir atau flood routing yang dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik hidrograf outflow atau keluaran yang sangat
diperlukan dalam pengendalian banjir.
(Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir, 2002)
Gambar 2.3. Waduk Pengendali Banjir
Semua kegiatan tersebut diatas dilakukan dengan tujuan untuk mengalirkan debit
banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di bagian hilir dan menurunkan
serta memperlambat debit di hulu, sehingga tidak mengganggu daerah aliran sungai.
Dari beberapa macam pengendalian banjir diatas, maka salah satu alternatif
pengendalian banjir yang dipilih adalah perencanaan normalisasi sungai.
2.3. Normalisasi Sungai
Normalisasi sungai terutama dilakukan berkaitan dengan pengendalian banjir,
yang merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas pengaliran sungai. Hal ini
dimaksudkan untuk menampung debit banjir yang terjadi untuk selanjutnya disalurkan
+ HWL
+ MWL
sedimentasi
Alokasi vol. Waduk untuk yang lain
Alokasi vol. Waduk untuk pengendalian banjir
14
ke sungai yang lebih besar atau langsung menuju ke muara/laut, sehingga tidak terjadi
air limpasan dari sungai tersebut.
Pekerjaan normalisasi alur aliran sungai pada dasarnya meliputi kegiatan yang
terdiri dari :
• Perhitungan debit banjir rencana
• Analisa kapasitas awal sungai (existing capacity analisis)
• Perhitungan penampang melintang dan memanjang sungai rencana
• Melakukan sudetan pada alur sungai meander
• Menentukan tinggi jagaan
• Menstabilkan alur terhadap erosi, longsoran
• Perencanaan Tanggul
• Tinjauan pengaruh back water akibat pasang surut
2.3.1 Perhitungan Debit Banjir Rencana
Ada beberapa metode untuk memperkirakan laju aliran puncak (debit banjir).
Metode yang dipakai pada suatu lokasi lebih banyak ditentukan oleh ketersediaan data.
Dalam praktek, perkiraan debit banjir dilakukan dengan beberapa metoda, dan debit
banjir rencana ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis (engineering judgement).
Debit banjir rencana hasil perhitungan itu nantinya untuk mendimensi penampang
sungai yang akan dinormalisasi.
Perhitungan debit banjir rencana dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Debit Banjir Rencana berdasarkan Curah Hujan
Besarnya debit banjir sungai ditentukan oleh besarnya curah hujan, waktu
hujan, luas daerah aliran sungai dan karakteristik daerah aliran sungai itu. Untuk
menghitung debit banjir rencana berdasarkan curah hujan dapat digunakan metode
FSR Jawa Sumatra, Rasional, Melchior, Weduwen, Haspers, dan Gama I.
b. Debit Banjir Rencana Berdasarkan Data Debit
Besarnya debit banjir sungai ditentukan oleh besarnya debit, waktu hujan, dan
luas daerah aliran sungai. Untuk menghitung debit banjir rencana berdasarkan debit
dapat digunakan Metode Hidrograf Satuan, dan Passing Capacity.
15
Dalam hal didapatkan data debit yang cukup panjang secara statistik dan
probabilistik dapat langsung dipergunakan metode analisa frekuensi dengan tidak
meninjau kejadian Curah Hujannya. Akan tetapi bila data debit tidak ada atau
kurang panjang perlu dikumpulkan data curah hujan.
2.3.2.a Analisa Frekuensi
Analisa frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali
setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada
setiap kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi
terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10
tahunan.
Data yang diperlukan untuk menunjang teori kemungkinan ini adalah minimum
10 besaran hujan atau debit dengan harga tertinggi dalam setahun, jelasnya diperlukan
data minimal 10 tahun.
2.3.2.b Parameter Distribusi
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data, meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness
(kecondongan atau kemencengan).
Parameter Distribusi Debit Banjir digunakan untuk perhitungan estimasi debit banjir
dengan periode ulang tertentu dari data debit banjir maksimum tahunan yang ada.
16
Tabel 2-1. Parameter Distribusi Frekuensi
Parameter Sampel Populasi
Rata-rata Debit banjir ∑=
=
n
i
i x
n
x
1
1 ∫
∞
− ∞
µ = E ( X ) = x f ( x)dx
Simpangan baku ( ) 2
1
1
2
1
1
⎥
⎦
⎤ ⎢
⎣
⎡ − − = ∑=
n
i
i x x
n
s { [( ) ]}2
1 2
σ = E x − µ
Koefisien Variasi
x
s CV = v µ
σ CV =
Koefisien skewness ( )
( )( ) 3
3
1
n 1 n 2 s
n x x
G
n
i
i
− −
−
=
∑=
[( ) ]
3
2
σ
µ γ − = E x
Koefisien Curtosis
( )( )( ) 4
1
2 3
1 2 3
( )
n n n s
n x x
Ck
n
i
i
− − −
−
=
∑=
Dimana :
xi = nilai kejadian/variabel ke-i
n = jumlah kejadian/variabel
2.3.2.c Distribusi Frekuensi Untuk Analisa Data Debit banjir
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi, empat
jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah:
1). Distribusi Normal
2). Distribusi Log Normal
3). Distribusi Log-Person III
4). Distribusi Gumbel
1. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas
peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah
bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat
dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:
( ) − ∞ ≤ ≤ ∞ ⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
σ
− µ − σ π = x 2
x exp 2
1 P(X) 2
2
1 )
17
dimana :
P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
X = variabel acak kontinyu
µ = rata-rata nilai X
σ = simpangan baku dari nilai X
Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik µ dan σ. Bentuk
kurvanya simetris terhadap X = µ, dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta
mendekati (berasimtut) sumbu datar X, dimulai X = µ + 3σ dan X = µ - 3σ. Nilai mean
= median = modus. Nilai X mempunyai batas -:< X < +:.
Apabila suatu populasi dari data hidrologi, mempunyai distribusi berbentuk distribusi
normal (Gambar 2.4) , maka:
Gambar 2.4. Kurva distribusi frekuensi normal
1). Kira-kira 68,27%, terletak di daerah satu deviasi standar sekitar nilai rataratanya,
yaitu antara (µ - σ) dan (µ+σ).
2). Kira-kira 95,45%, terletak di daerah dua deviasi standar sekitar nilai rataratanya,
yaitu antara (µ - 2σ) dan (µ+2σ).
3). Kira-kira 99,73%, terletak di daerah tiga deviasi standar sekitar nilai rataratanya,
yaitu antara (µ - 3σ) dan (µ+3σ).
Sedangkan nilai 50%-nya terletak di daerah antara (µ - 0,6745σ) dan (µ+0,6745σ).
Luas kurva normal selalu sama dengan satu unit persegi, sehingga:
( ) ∫ ⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
σ
− µ − σ π −∞ < < ∞ =
+∞
−∞
dx
2
x exp 2
1 P( X ) 2
2
2 )
Luas 68,27%
Luas 96,45%
Luas 99,73%
3σ 2σ σ X σ 2σ 3σ
18
Untuk menentukan peluang nilai X antara X = x1 dan X = x2, adalah:
( ) ∫ ⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
σ
− µ − σ π < < =
x2
x1
2
2
1 2 dx
2
x exp 2
1 P(x X x ) 3 )
Apabila nilai X adalah standar, nilai rata-rata µ = 0, dan deviasi standar (simpangan
baku) σ = 1, maka persamaan (2-3) dapat ditulis sebagai:
( ) 2
t
2
1
.e
2
1 P t −
π = 4 )
dimana:
σ
− µ = X
t 5 )
Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus-rumus tersebut tidak digunakan secara
langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, yaitu tabel Luas
daerah Dibawah Kurva Normal.
XT = µ + KTσ 6 )
yang dapat didekati dengan
XT = X + KTS 7 )
dimana :
S
X X K T T
− = 8 )
di mana:
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan,
X = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai variat,
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
Bentuk ini sama dengan bentuk variabel normal standar t yang didefinisikan pada
persamaan (2-5).
19
Untuk memudahkan perhitungan, maka nilai faktor frekuensi KT umumnya sudah
tersedia dalam tabel, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2-5, yang umum disebut sebagai
tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable reduced Gauss).
Tabel 2-2. Nilai variabel reduksi Gauss
No. Periode ulang, T
(tahun) Peluang KT
1 1,001 0,999 -3,05
2 1,005 0,995 -2,58
3 1,010 0,990 -2,33
4 1,050 0,950 -1,64
5 1,110 0,900 -1,28
6 1,250 0,800 -0,84
7 1,330 0,750 -0,67
8 1,430 0,700 -0,52
9 1,670 0,600 -0,25
10 2,000 0,500 0
11 2,500 0,400 0,25
12 3,330 0,300 0,52
13 4,000 0,250 0,67
14 5,000 0,200 0,84
15 10,000 0,100 1,28
16 20,000 0,050 1,64
17 50,000 0,020 2,05
18 100,000 0,010 2,33
19 200,000 0,005 2,58
20 500,000 0,002 2,88
21 1000,000 0,001 3,09
Sumber : Bonnier, 1980
2. Distribusi Log Normal
Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan
mengikuti distribusi Log Normal. PDF (probability density function) untuk distribusi
Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai
berikut:
( )
Y LogX
X 0
2
Y
exp
X 2
1 P(X) 2
Y
2
Y
=
>
⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
σ
− µ − σ π = (2-9)
di mana:
P(X) = peluang log normal,
X = nilai variat pengamatan,
σY = deviasi standar nilai variat Y,
µY = nilai rata-rata populasi Y,
20
Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan
persamaan garis lurus sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan
persamaan:
YT = µ + KTσ (2-10)
yang dapat didekati dengan
YT = Y + KTS (2-11)
di mana :
S
Y Y K T
T
− = (2-12)
di mana:
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan,
Y = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai variat,
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
3. Distribusi Log-Person III
Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi
sudah dikonversi ke dalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori
tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi Log Normal.
Person telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai
untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tidak seperti konsep yang melatar
belakangi pemakaian distribusi Log Normal untuk banjir puncak, distribusi
probabilitas ini hampir tidak berbasis teori. Distribusi ini masih tetap dipakai karena
fleksibilitasnya.
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan Person yang
menjadi perhatian ahli sumberdaya air adalah Log-Person Type III (LP.III). Tiga
parameter penting dalam LP. III yaitu (i) harga rata-rata; (ii) simpangan baku; dan (iii)
koefisien kemencengan. Yang menarik, jika koefisien kemencengan sama dengan nol,
distribusi kembali ke distribusi Log Normal.
Langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Tipe III
21
Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X
Hitung harga rata-rata:
n
logX
log X
n
i 1
∑ i
= = (2-13)
Hitung harga simpangan baku:
( ) 0,5 n
i 1
2
i
n 1
logX log X
s
⎥
⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎢
⎣
⎡
−
∑ −
= = (2-14)
Hitung koefisien kemencengan:
( )
( )( ) 3
3 n
i 1
i
n 1 n 2 s
n logX log X
G − −
−
=
∑= (2-15)
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:
log X log X K.s T = + (2-16)
dimana K adalah variabel standar (standardized variable) untuk X, yang besarnya
tergantung koefisien kemencengan G.
4. Distribusi Gumbel
Dalam penggambaran pada kertas probabilitas, Chow (1964) menyarankan
penggunaan rumus sebagai berikut:
X = µ + σK (2-17)
dimana:
µ = harga rata-rata populasi
σ = standar deviasi (simpangan baku)
K = faktor probabilitas.
Untuk jumlah populasi yang terbatas (sampel), maka persamaan diatas dapat didekati
dengan persamaan:
X = X + sK (2-18)
dimana:
X = harga rata-rata sampel
s = standar deviasi (simpangan baku) sampel
22
Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam
persamaan:
n
T n
S
Y Y
K r − = (2-19)
dimana:
Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n (tabel lampiran)
Sn = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah
sampel/data n (tabel lampiran)
YTr = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan:
⎭
⎬
⎫
⎩
⎨
⎧ − = − −
r
r T T
T 1 Y ln ln r (2-20)
Substitusikan persamaan n
T n
S
Y Y
K r − = ke dalam X = X + sK persamaan akan didapat:
S
S
Y Y
X X
n
T n
T
r
r
− = +
n
T
n
n
S
Y S
S
Y S X r = − + (2-21)
atau
Tr Tr Y
a
1 X = b + (2-22)
dimana:
S
S a n = dan
n
n
S
Y S b = X −
2.3.2.d Uji Kecocokan Distribusi
Untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi
dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat
menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian
parameter. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah (1) chi-kuadrat, dan (2)
Smirnov-Kolmogorov.
1. Uji Chi-kuadrat
Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
23
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ2
, yang dapat dihitung dengan
rumus:
( ) ∑=
− =
G
i i
i i
h E
O E
1
2
2 χ (2-23)
dimana:
χh
2
= parameter chi-kuadrat terhitung,
G = jumlah sub kelompok,
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i,
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i.
Parameter χh
2
merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai χh
2
sama atau lebih besar
dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2
) dapat dilihat pada Tabel 2-3.
Tabel 2-3. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)
DK α derajat kepercayaan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757
12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,712 28,300
13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819
14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,170 37,566 39,997
21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558
25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290
27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645
28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336
24
30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672
Prosedur uji Chi-kuadrat adalah sebagai berikut:
1). Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya),
2). Kelompokkan data menjadi G sub-grup, yang masing-masing beranggotakan
minimal 4 data pengamatan,
3). Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-grup,
4). Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei,
5). Tiap-tiap sub-grup hitung nilai:
( ) ( )
i
2 2 i i i i E
O E O E dan − −
6). Jumlah seluruh G sub-grup nilai ( )
i
2
i i
E
O − E untuk menentukan nilai chi-kuadrat
hitung,
7). Tentukan derajad kebebasan dk = G-R-1 (nilai R = 2 untuk distribusi normal dan
binomial).
Interpretasi hasil uji:
4). Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat
diterima,
5). Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak
dapat diterima,
6). Apabila peluang berada di antara 1 - 5%, maka tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu data tambahan.
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non
parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1). Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang
dari masing-masing data tersebut:
X1 = P(X1)
25
X2 = P(X2)
X3 = P(X3), dan seterusnya.
2). Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya):
X1 = P’(X1)
X2 = P’(X2)
X3 = P’(X3), dan seterusnya.
3). Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya antar peluang
pengamatan dengan peluang teoritis:
D maks = maksimum (P(Xn) – P’(Xn)
4). Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga Do dari
Tabel 2-4.
Tabel 2-4. Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov
N
Derajad kepercayaan, α
0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N>50 0,5 N
1,07
0,5 N
1,22
0,5 N
1,36
0,5 N
1,63
Sumber : Bonnier, 1980.
2.3.2 Analisa Kapasitas Awal Sungai ( existing )
Untuk menganalisa kapasitas awal sungai digunakan program yang bernama
HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center - River Analysis System). Merupakan
paket program dari USCE (United State Corps of Engineer). Software ini dapat
26
digunakan untuk melakukan perhitungan Aliran Tetap dan Aliran Tak Tetap (Steady
Flow and Unsteady Flow ).
Sungai Tuntang merupakan sungai alam dengan penampang melintang sungai
yang tidak beraturan (non uniform) dan berkelok-kelok (meandering river).
Sehubungan aliran yang terjadi berupa aliran tidak seragam (non uniform flow), dan
untuk mempercepat proses perhitungan digunakan Program HEC-RAS. Sedangkan
untuk sungai buatan atau saluran dengan penampang yang seragam (uniform), aliran
yang terjadi berupa aliran seragam (uniform flow) dan dapat diselesaikan dengan
menggunakan Persamaan Kontinuitas dan rumus Manning.
Komponen-komponen utama yang tercakup dalam analisa HEC-RAS ini adalah :
• Perhitungan profil muka air aliran tetap (steady flow water surface profile
computations)
• Simulasi aliran tak tetap (unsteady flow simulation) dan perhitungan profil
muka air
Komponen-komponen ini menghitung profil muka air dengan proses iterasi dari data
masukan yang telah diolah sesuai dengan kriteria dan standar yang diminta oleh paket
program ini.
Sedangkan output dari program ini dapat berupa grafik maupun tabel.
Diantaranya adalah plot dari skema alur sungai, potongan melintang, profil, lengkung
debit (rating curve), hidrograf (stage and flow hydrograph), juga variabel hidrolik
lainnya. Selain itu juga dapat menampilkan gabungan potongan melintang (cross
section) yang membentuk alur sungai secara tiga dimensi lengkap dengan alirannya.
2.3.2.a Analisa Profil Muka Air Aliran Tetap pada Program HEC-RAS
Komponen sistem modeling ini dimaksudkan untuk menghitung profil
permukaan air untuk arus bervariasi secara berangsur-angsur tetap (steady gradually
varied flow). Sistem mampu menangani suatu jaringan saluran penuh, suatu sistem
dendritic, atau sungai tunggal. Komponen ini mampu untuk memperagakan
subcritical, supercritical, dan campuran kedua jenis profil permukaan air.
Dasar perhitungan yang digunakan adalah persamaan energi satu dimensi.
Kehilangan energi diakibatkan oleh gesekan (Persamaan Manning) dan
kontraksi/ekspansi (koefisien dikalikan dengan perubahan tinggi kecepatan).
27
Persamaan momentum digunakan dalam situasi di mana/jika permukaan air profil
dengan cepat bervariasi. Situasi ini meliputi perhitungan jenis arus campuran ( yaitu.,
lompatan hidrolik), hidrolik pada jembatan, dan mengevaluasi profil pada pertemuan
sungai ( simpangan arus).
Efek berbagai penghalang seperti jembatan, parit bawah jalan raya,
bendungan, dan struktur di dataran banjir mungkin dipertimbangkan di dalam
perhitungan itu. Sistem aliran tetap dirancang untuk aplikasi di dalam studi manajemen
banjir di dataran dan studi jaminan banjir untuk mengevaluasi gangguan pada
floodway. Juga, kemampuan yang tersedia untuk menaksir perubahan di (dalam)
permukaan profil air dalam kaitan dengan perubahan bentuk penampang, dan tanggul.
Fitur khusus yang dimiliki komponen aliran tetap meliputi: berbagai analisa
rencana (multiple plan analysis); berbagai perhitungan profil (multiple profile
computations); berbagai analisa parit bawah jalan raya dan/atau jembatan; dan
optimisasi arus terpisah (split flow optimization).
HEC-RAS mampu untuk melakukan perhitungan one-dimensional profil air
permukaan untuk arus tetap bervariasi secara berangsur-angsur (gradually varied flow)
di dalam saluran alami atau buatan. Berbagai jenis profil air permukaan seperti
subkritis, superkritis, dan aliran campuran juga dapat dihitung. Topik dibahas di dalam
bagian ini meliputi: persamaan untuk perhitungan profil dasar; pembagian potongan
melintang untuk perhitungan saluran pengantar; Angka Manning (n) komposit untuk
saluran utama; pertimbangan koefisien kecepatan (α); evaluasi kerugian gesekan;
evaluasi kerugian kontraksi dan ekspansi; prosedur perhitungan; penentuan kedalaman
kritis; aplikasi menyangkut persamaan momentum; dan pembatasan menyangkut aliran
model tetap.
Persamaan untuk Dasar Perhitungan Profil
Profil permukaan air dihitung dari satu potongan melintang kepada yang berikutnya
dengan pemecahan Persamaan energi dengan suatu interaktif prosedur disebut metoda
langkah standard. Persamaan energi di tulis sebagai berikut:
(2-24)
Dimana : Y1, Y2 = elevasi air di penampang melintang (m)
28
Z1, Z2 = elevasi penampang utama (m)
V1, V2 = kecepatan rata-rata
(total pelepasan / total area aliran) (m/dtk)
α1, α2 = besar koefisien kecepatan
g = percepatan gravitasi (m/dtk2
)
he = tinggi energi (m)
Gambar 2.5. Gambaran dari persamaan energi
(2-25)
(2-26)
(2-27)
(2-28)
(2-29)
29
Gambar 2.6. Metoda HEC-RAS tentang kekasaran dasar saluran
Dimana : L = Panjangnya antar dua penampang melintang
= Kemiringan Energi antar dua penampang melintang
C = Koefisien kontraksi atau ekspansi
= panjang jangkauan antar dua potongan melintang yang
berturut-turut untuk arus di dalam tepi kiri, saluran utama, dan tepi kanan
= perhitungan rata-rata debit yang berturut-turut untuk arus
antara bagian tepi kiri, saluran utama, dan tepi kanan,
K = kekasaran dasar untuk tiap bagian
N = Koefisien kekasaran Manning untuk tiap bagian
A = Area arus untuk tiap bagian
R = Radius hidrolik untuk tiap bagian ( area : garis keliling basah)
nc = koefisien padanan atau gabungan kekasaran
P = garis keliling basah keseluruhan saluran utama
Pi
= garis keliling basah bagian I
ni
= koefisien kekasaran untuk bagian I
2.3.2.b Analisa Profil Muka Air Aliran Tidak Tetap pada Program HEC-RAS
Penjelasan Aliran tak tunak
Hukum fisika yang mengatur aliran air di dalam suatu arus adalah: (1) prinsip
kekekalan massa (kontinuitas), dan (2) prinsip kekekalan momentum. Hukum ini
dinyatakan secara matematik dalam wujud persamaan diferensial parsial, yang
selanjutnya akan dikenal sebagai persamaan momentum dan kontinuitas. Asal dari
30
persamaan ini diperkenalkan di dalam bab ini berdasar pada suatu catatan oleh James
A. Liggett dari buku " Unsteady Flow in Open Channels "
( Mahmmod dan Yevjevich, 1975).
Persamaan kontinuitas
Dengan menganggap bahwa volume kontrol dasar seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.7. Di dalam gambar ini, jarak x diukur sepanjang saluran, seperti
ditunjukkan. Di titik tengah dari volume kontrol adalah arus dan total area arus
ditandai Q(x,t) dan AT, berturut-turut. Total area arus adalah penjumlahan dari area
aktif A dan off-channel area penampungan S.
Gambar 2.7. Kontrol Dasar Volume untuk Asal usul dari Kontinuitas dan Persamaan
Momentum.
Kekekalan massa untuk suatu keadaan volume kontrol yang laju aliran netto ke dalam
volume sama dengan tingkat perubahan penyimpanan di dalam volume itu. Tingkat
inflow kepada volume kontrol mungkin adalah ditulis seperti:
(2-30)
tingkat outflow sebagai:
(2-31)
dan tingkat perubahan di dalam penyimpanan sebagai
(2-32)
Misalkan ∆x kecil, maka perubahan di dalam massa di dalam volume kontrol sama
dengan:
(2-33)
31
di mana Ql adalah arus lateral/samping yang memasuki volume kontrol dan ρ rapat
fluida itu. Disederhanakan dan dibagi dengan ρ∆x menghasilkan format akhir dari
persamaan kontinuitas:
(2-34)
di mana ql adalah inflow lateral/samping per satuan panjang.
Persamaan Momentum
Kekekalan momentum dinyatakan oleh hukum Newton Kedua sebagai :
(2-35)
Kekekalan momentum untuk volume kontrol menyatakan bahwa tingkat momentum
yang memasuki volume ( momentum flux) dijumlahkan dengan semua gaya-luar yang
bekerja pada volume sama dengan tingkat akumulasi momentum. Ini adalah suatu
persamaan vektor yang diterapkan di arah x (x-direction). Perubahan momentum (
MV) adalah massa fluida dikalikan dengan vektor kecepatan yang searah dengan arus.
Tiga gaya akan jadi pertimbangan: ( 1) tekanan, ( 2) gravitasi dan ( 3) gaya gesek.
Gaya tekan: Gambar 2.8 menggambarkan kasus yang umum dari suatu potongan
melintang tidak beraturan.
Distribusi tekanan yang diasumsikan sebagai gaya
hidrostatis ( tekanan bervariasi secara linier dengan kedalaman) dan total gaya tekan
adalah integral dari bidang tekan produk di atas potongan melintang. Setelah Shames
(1962), gaya tekan pada titik manapun mungkin ditulis sebagai:
(2-36)
di mana h adalah kedalaman, y jarak di atas saluran, dan T(y) suatu fungsi lebar yang
menghubungkan lebar potongan melintang kepada jarak di atas saluran.
Jika Fp adalah gaya tekan pada arah x di tengah-tengah volume kontrol, gaya di ke
hulu akhir volume kontrol mungkin ditulis sebagai:
(2-37)
dan di ke arah akhir muara ditulis:
(2-38)
32
Gambar 2.8. Ilustrasi dari Istilah/Terminologi yang Dihubungkan dengan Definisi Gaya tekan
Penjumlahan dari gaya tekan untuk volume kontrol dapat ditulis sebagai:
(2-39)
di mana FPN adalah gaya tekan netto untuk volume kontrol, dan FB adalah gaya tekan
di tepi sungai pada arah x diatas fluidaitu. Ini dapat disederhanakan menjadi:
(2-40)
Persamaan Differensial 2-36 dengan menggunakan Aturan Leibnitz dan kemudian
disubstitusikan didalam persamaan 2-40 , hasilnya:
(2-41)
Integral pertama pada persamaan 2-41 adalah cross-sectional area, A. Integral kedua
(dikalikan dengan -ρg∆x) adalah gaya tekan yang digunakan oleh fluida pada tepi
sungai, yang besarnya sama, tetapi arahnya berlawanan dengan FB. Karenanya gaya
tekan netto ditulis sebagai:
(2-42)
Gaya gravitasi: Gaya gravitasi pada fluida pada volume kontrol pada arah x adalah:
(2-43)
33
di sini θ Apakah sudut yang dibentuk saluran terhadap horisontal. Untuk sungai alami
θ adalah kecil dan sin θ ≈ tan θ = ∂Z0 / ∂X, di mana z0 ketinggian. Oleh karena itu gaya
gravitasi ditulis sebagai:
(2-44)
Gaya ini akan positif untuk kemiringan negatif.
Batasan tarikan ( gaya gesek): Gaya gesekan antara saluran dan fluida ditulis sebagai:
(2-45)
di mana τo adalah batas rata-rata tegangan geser (force/unit area) yang bekerja sebagai
batas-batas cairan, dan P adalah keliling basah. Tanda negatif menunjukkan bahwa,
jika arus searah dengan arah x-positif, gaya berlawanan arah atau searah x-negatif.
Dari analisa dimensional, τo dinyatakan sebagai istilah dari koefisien tahanan, CD,
sebagai berikut:
(2-46)
Koefisien tahanan terkait dengan Chezy koefisien, C, dengan hubungan sebagai
berikut:
(2-47)
Lebih lanjut, persamaan Chezy ditulis sebagai:
(2-48)
Substitusikan persamaan 2-46, 2-47, dan 2-48 ke dalam 2-45, dan disederhanakan,
menghasilkan rumus berikut untuk gaya tahanan batas:
(2-49)
Di mana Sf adalah kemiringan gesek, yang bernilai positif untuk arus searah sumbu xpositif.
Kemiringan gesek harus dihubungkan dengan aliran dan tinggi aliran. Yang
biasanya digunakan persamaan gesek Manning dan Chezy. Karena Persamaan
Manning sebagian besar digunakan di Amerika Serikat, ini juga yang digunakan pada
HEC-RAS. Persamaan Manning ditulis seperti:
(2-50)
di mana R adalah jari-jari hidrolik dan n adalah koefisien gesekan Manning.
34
Perubahan momentum: Dengan ke tiga istilah gaya yang telah disebutkan, hanya
perubahan momentum yang tersisa. Perubahan terus menerus (flux) memasuki volume
kontrol ditulis sebagai:
(2-51)
dan perubahan terus menerus (flux) yang meninggalkan volume ditulis sebagai:
(2-52)
Oleh karena itu tingkatan netto momentum (momentum flux) yang memasuki volume
kontrol adalah:
(2-53)
Karena momentum dari fluida pada volume kontrol adalah ρQ∆X, tingkat akumulasi
momentum ditulis sebagai:
(2-54)
Ulangi prinsip kekekalan momentum:
Tingkatan netto momentum momentum flux) memasuki volume (2-53) dijumlahkan
dengan semua gaya-luar yang bekerja pada volume [(2-39)+ (2-41)+ (2-46)] sama
dengan tingkat akumulasi momentum (2-54). menjadi:
(2-55)
Tinggi dari permukaan air, z, sama dengan z0 + h. Oleh karena itu menjadi:
(2-56)
Di mana ∂z / ∂x kemiringan permukaan air. Substitusikan (2-56) ke dalam (2-55),
dibagi dengan ρ∆x dan akan memindahkan semua istilah kepada hasil yang tersisa
yaitu format akhir dari persamaan momentum:
(2-57)
35
2.3.3 Perencanaan Penampang Sungai Rencana
Penampang melintang sungai perlu direncanakan untuk mendapatkan
penampang ideal dan efisien dalam penggunaan lahan. Penampang yang ideal yang
dimaksudkan merupakan penampang yang stabil terhadap perubahan akibat pengaruh
erosi maupun pengaruh pola aliran yang terjadi. Sedang penggunaan lahan yang efisien
dimaksudkan untuk memperhatikan lahan yang tersedia, sehingga tidak menimbulkan
permasalahan terhadap pembebasan lahan.
Faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain bentuk penampang melintang
normalisasi sungai adalah :
• Angkutan sedimen sungai
• Perbandingan debit dominan dan debit banjir
Pada umumnya untuk alur sungai pada bagian hilir mempunyai perbandingan
tinggi air dibanding lebar sungai (h/B) sangat rendah, bentuk penampang ganda,
kemiringan dasar sungai sangat landai dan kapasitas pengaliran yang rendah. Sehingga
untuk menambah kapasitas pengaliran pada waktu banjir, dibuat penampang ganda,
dengan menambah luas penampang basah dari pemanfaatan bantaran sungai.
Bentuk penampang sungai sangat dipengaruhi oleh faktor bentuk penampang
berdasarkan kapasitas pengaliran, yaitu :
Q = V . A (2-58)
2
1 3 1 2
R I
n
V = (2-59)
3
2
2
1 . . A R
I
Q n = (2-60)
3
2
A.R (merupakan faktor bentuk)
Kapasitas penampang akan tetap walaupun bentuk berubah-ubah. Perlu diperhatikan
bentuk penampang sungai yang paling stabil.
Rencana penampang Kali Tuntang Hilir direncanakan berbentuk trapesium, dengan
bantaran. Rencana penampang tersebut dengan pertimbangan antara lain :
• Alur sungai mampu melewatkan debit banjir rencana
• Dasar sungai perlu juga dipertimbangkan terhadap bahaya gerusan
36
Gambar 2.9. Penampang melintang sungai
Rumus yang digunakan :
2
1 3 1 2
R I
n
V = (2-61)
P
A R = (2-62)
P = B + 2H 1+ m (2-63)
A = H(B + mH) (2-64)
Q = V . A (2-65)
Tabel 2-5. Karakteristik saluran
Debit
(m3
/det)
Kemiringan
Talud (1 : m)
Perbandingan b/h
(n)
Debit
(m3
/det)
Kemiringan
Talud (1 : m)
Perbandingan b/h
(n)
0,15 - 0,30
0,30 - 0,50
0,50 - 0,75
0,75 - 1,00
1,00 - 1,50
1,50 - 3,00
3,00 - 4,50
4,50 - 5,00
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,5
1,5
1,5
1,0
1,0 - 1,2
1,2 - 1,3
1,3 - 1,5
1,5 - 1,8
1,8 - 2,3
2,3 - 2,7
2,7 - 2,9
5,00 - 6,00
6,00 - 7,50
7,50 - 9,00
9,00 -10,00
10,00 - 11,00
11,00 - 15,00
15,00 - 25,00
25,00 - 40,00
1,5
1,5
1,5
1,5
2,0
2,0
2,0
2,0
2,9 - 3,1
3,1 - 3,5
3,5 - 3,7
3,7 - 3,9
3,9 - 4,2
4,2 - 4,9
4,9 - 6,5
6,5 - 9,0
(Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir)
2.3.4 Pembuatan Sudetan (Short Cut)
Sudetan hanya dilakukan pada alur sungai yang berkelok-kelok sangat kritis
dan dimaksudkan agar banjir dapat mencapai bagian hilir atau laut dengan cepat,
dengan mempertimbangkan alur sungai yang stabil. Hal yang sangat perlu diperhatikan
dalam pembuatan sudetan adalah akibat sudetan tidak menimbulkan problem banjir di
bagian hilir karena akan terjadi kenaikan besarnya debit pengaliran dan pada waktu
B
H
m
1
37
tiba banjir karena akan terjadi kenaikan besarnya debit pengaliran dan pada waktu tiba
banjir yang lebih pendek, sehingga akan menurunkan muka air banjir hulu dan
menambah banjir di bagian hilir. Berdasarkan pertimbangan di atas maka pekerjaan
sudetan dalakukan pada alur sungai di bagian hilir daerah yang dilindungi dan harus
diimbangi dengan normalisasi sungai di bagian hilir sudetan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sudetan antara lain adalah :
• Tujuan dilakukannya sudetan
• Arah alur sudetan
• Penampang sungai sudetan
• Usaha mempertahankan fungsi sudetan
• Pengaruh penurunan muka air di bagian hulu sudetan terhadap lingkungan
• Pengaruh berkurangnya fungsi retensi banjir
• Tinjauan terhadap aspek sosial-ekonomi
Gambar 2.10. Sudetan
2.3.5 Tinggi Jagaan Sungai
Besarnya tinggi jagaan sungai yang paling baik adalah berkisar antara 0.75-
1.50 m. Hal-hal lain yang mempengaruhi besarnya nilai tinggi jagaan adalah
penimbunan sedimen di dalam sungai, berkurangnya efisiensi hidrolik karena
tumbuhnya tanaman, penurunan tebing dan kelebihan jumlah aliran selama terjadinya
hujan. Sedangkan secara praktis untuk menentukan besarnya tinggi jagaan yang
diambil berdasarkan debit banjir dapat diambil dengan menggunakan tabel 2-6.
Daerah yang
dilindungi
dari banjir
Alur lama
Alur susetan
38
Tabel 2-6. Hubungan Debit – Tinggi Jagaan
Debit Rencana (m3
/det) Tinggi Jagaan (m)
Q<200
200
10000 0,6 0,75 1,00 1,25 1,50 2,00 (Sumber : Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir) 2.3.8 Pengaruh Back Water Akibat Pasang Surut Pada pengendalian banjir perlu memperhatikan muka air pada waktu banjir di sepanjang sungai dan muka air banjir akibat back water. Hal ini atas pertimbangan bahwa dengan adanya limpasan pada sebagian tanggul akan mengakibatkan bobolnya tanggul adalah merupakan gagalnya system pengendali banjir. Cara yang biasa digunakan dalam menghitung pengaruh back water adalah cara analisa hidrolik steady non uniform flow, terutama untuk sungai yang mempunyai bentuk penampang yang tidak beraturan maupun kemiringan dasar sungai yang bervariasi. Gambar 2.14. Steady Non Uniform Flow Tinggi tenaga total setiap titik dalam aliran : H = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + g V dx d dx dh dx dz 2 2 (2-66) Sf d θ θ datum g V 2 2 α d h Z 43 Di integrasikan terhadap jarak (ds) : dx dH = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + g V dx d dx dh dx dz 2 2 (2-67) -Sf = -So + dx dh gA Q T dx dh 3 2 − (2-68) dx dh = 3 2 1 gA Q T So Sf − − (2-69) dx dh = 2 1 Fr So Sf − − (2-70) Back water dapat terjadi karena adanya perbedaan tinggi tekanan aliran pada suatu titik (saluran) yang ditinjau. a. Terjadi back water (H hulu < H hilir) Hilir Hulu b. Tidak terjadi back water (H hulu > H hilir) Hilir Hulu Gambar 2.15. Syarat terjadinya back water 44 Dalam perhitungan panjang back water dapat digunakan dengan dua cara, yaitu : 1. Metode Tahapan Langsung (Direct Step Method) Energi spesifik E = h + g V 2 2 (2-71) g V 2 2 + h2 + So.∆x = g V 2 2 1 + h1 + Sf. ∆x (2-72) E2 + So.∆x = E2 + Sf.∆x (2-73) ∆x = Sf So E E − 2 − 1 (2-74) Sf = 2 Sf1 + Sf 2 (2-75) 2. Metode Tahapan Standard Energi total H = Z + h + g V 2 2 (2-76) Z1 + h1 + g V 2 2 1 = Z2 + h2 + g V 2 2 2 + ∆H (2-77) H1 = H2 + ∆H (2-78) ∆H = Sf. ∆x (2-79) Z = So. X (2-80) (DR. Ir. Suripin, M.Eng. Diktat Mekanika Fluida dan Hidrolika)